Monday, February 7, 2011

TBM

This posting is dedicated for TBM

Ya, udah hampir 4 tahun gw jadi anggota TBM (Tim Bantuan Medis) FKUI dan sekarang, ketika gw hampir ninggalin, mungkin saat yang tepat buat nulis semuanya. Buat gw TBM mungkin udah jadi tempat seperti keluarga kedua gw: tempat tidur pas lagi ngantuk, tempat makan pas kafe lagi penuh, tempat ngerjain tugas pas kosong, dan kerjaan-kerjaan penting dan nggak penting lainnya.

Tahun ke-0
Saat pertama diumumin pendaftaran badan-badan dibuka, gw sempat bingung waktu mau milih. Urusan tempat yang gede, kayaknya MA dan BFM bisa jadi pilihan, tapi apa daya gw nggak suka nulis dan nggak nyeni. Kalo milih Kafe atau Bursa kok kayaknya nggak keren gitu. Kalo milih FSI, gw kayaknya juga nggak sealim yang orang duga. LPP? Pilihan terakhir. TBM, yang kerjaannya gw pikir waktu itu cuma pake otot dan dikit pake otak, sama Senat sebagai formalitas. Pertama masuk sebagai caang (calon anggota) TBM kesannya adalah capek dan ribet awalnya. Tentu, karena aturannya membuat para caang harus dateng jam 6 pagi saat dikdas. Belum lagi harus bercapek-capekan lari pagi keliling Cikini dan push-up yang nggak keitung jumlahnya. Puncak capek-capeknya adalah pas outbound, yang jaman gw masih keliling hutan UI Depok, dan pelantikannya di Gunung Gede. Tapi di dalem prosesnya ternyata nggak secapek yang gw duga, mungkin karena faktor sugesti badan gw terlatih di tengah-tengah kaderisasi, atau memang angkatan gw yang kompak yang bikin semua menikmati kaderisasi ini.

Tahun ke-1
Semua orang yang mau masuk ke TBM pada dasarnya pingin dapat skill medis praktis sama ingin kenal senior-senior, keduanya gw sebut sebagai alasan klasik. Padahal, begitu masuk ke TBM yang banyak gw dapat adalah bagaimana mengelola waktu secara aktif, bagaimana menyelesaikan pekerjaan, dan terutama bagaimana bersenang-senang. Pilihan bidang gw saat itu nggak salah, yaitu Operasional, bidang yang khusus bertugas untuk melakukan pelayanan publik dalam penyediaan tenaga medis. Sabagai bawahan waktu itu, gw termasuk sering untuk terlibat dengan pihak-pihak luar yang mau bekerja sama, dan ternyata cukup enak dengan tantangan baru ini. Operasional sendiri bisa dibilang adalah mesin uangnya TBM, jadi tugas untuk cari duit juga merupakan tantangan baru buat gw, padahal sebelumnya gw selalu menghindari yang namanya seksi dana. Selain itu, bidang gw juga banyak berperan sebagai event organizer. Banyak hal yg gw pelajari di tahun pertama ini.


Tahun ke-2
Di tahun ini, gw dapat amanah sebagai ketua bidang Operasional. Sebagai ketua bidang, hal yang harus dipelajari lebih banyak lagi, terutama dalam mengatur anak buah dan segala urusan bidang. Awalnya mudah, tapi di tengah dan menjelang akhir kepengurusan semuanya telihat makin sulit. Mencari duit untuk sebuah organisasi itu ternyata nggak mudah. Waktu harus selalu tersedia di akhir pekan dan hari-hari menjelang pertanggungjawaban selalu jadi hari paling sulit. Di saat sekolah libur, di situlah kami bekerja mengais duit dari anak sekolah yang mau disunat. Di saat orang lain asyik nonton konser atau acara apapun itu, di situlah kami lagi bersusah payah jadi tim medis. Kami juga pernah melayani pendidikan bantuan hidup dasar dari anak kuliah hingga anak SD yang bahkan nggak tau jantung itu gunanya buat apa. Tapi dibalik itu, kami juga nggak lupa untuk bersenang-senang. Setiap kerjaan, pasti ada selipan acara senang-senang.


Tahun ke-3
Gw meninggalkan Operasional untuk sejenak di tahun ini untuk masuk ke SPOG (Staf Pengembangan Organisasi). Awalnya gw pikir SPOG itu kerjaannya nggak ribet, nggak seperti bidang yang selalu disibukkan oleh prokernya. Ternyata gw salah besar. SPOG yang tugasnya adalah mengamati, mengevaluasi, dan memberi masukan ternyata nggak sesederhana itu. Gw dan teman-teman berusaha untuk menstandardisasi evaluasi akhirnya dibuat pusing sendiri dengan evaluasi itu sendiri, karena kami berusaha untuk seobjektif mungkin dengan penilaian yang ada. Belum lagi karena gw harus masuk ke fase klinik sehingga waktu gw untuk TBM juga berkurang. Untuk menjadi teladan, memulai teladan di dalam diri sendiri itu yang paling sulit.


Tahun ke-4
Inilah gw sekarang, setelah menyelesaikan tugas di SPOG, gw dihadapkan pada 3 pilihan: tetap di bidang gw dahulu, pindah ke bidang lain, atau cuti dari TBM. Gw rasa cuti bukan pilihan yang logis untuk sekarang bagi gw karena gw masih membutuhkan tempat di TBM.


Pada akhirnya gw merasa bersyukur, punya keluarga di TBM. Gw bisa membayangkan seandainya gw nggak masuk TBM atau badan apapun lainnya, gw nggak bakal jadi seperti sekarang.