Monday, September 6, 2010

(Hampir) Jadi Dokter di Tangerang

Seminggu kemarin, 7 hari tepat, gw dan teman-teman serombongan kecil gw, yang baru saja mendapat gelar sarjana, stase bedah di RSU Kab. Tangerang (RSUT) yang berjarak kurang lebih 30 km dari Jakarta. Jarak segitu bikin gw malas untuk pulang pergi Jakarta-Tangerang, selain capek di jalan tentunya juga di sana telah disediakan asrama khusus koass yang stase di sana. Di blog gw yang lalu, gw telah membahas stase di RSP maupun Harkit, sekarang saatnya RSUT.

Ini adalah stase nginep di RSUT kedua yang gw jalani, sebelumnya gw pernah nginep di sana juga saat stase di modul IGD tingkat IV. Kalo sebelumnya gw serasa anak tiri karena stase IGD seperti nggak diakui di asrama koass RSUT, sekarang berasa seperti kampus kecil karena banyak teman seangkatan dari rombongan lain yang juga stase di sini. Lagi-lagi stase di RSUT dilakuin di bulan puasa, yang mempengaruhi tingkat belajar, tingkat kemalasan follow-up, level tidur, dll. Waktu yang paling hepi tentu aja waktu buka dan saur bareng di mana semua orang sharing cerita-cerita kocak di RSUT, dari yang baru boleh nelpon dokter kalo pasien sudah kritis banget, pasien obsgyn yang datangnya ngucur terus kayak kran seakan semua orang Tangerang partus di RS ini, sampe teman yang dapet tugas mengecek ASI seluruh pasien bangsal dengan -maaf- memencet areola-nya satu-persatu. Kalo cerita menarik dari bedah, apalagi kalo bukan operasi.

Inilah enaknya stase bedah di RSUT di mana hanya ada 7 konsulen bedah dan 3 konsulen bedah orthopedi (yang semua konsulennya hampir hanya menerima laporan pasien doang) ditambah hanya 3 orang residen, di mana kesemuanya itu harus melayani seluruh kasus bedah di Tangerang dan sekitarnya. Akibatnya kesemua 6 koass bedah harus membantu 3 residen untuk melakukan hampir seluruh operasi di RS ini. Kasus apendisitis? Dateng terus tiap hari. Kanker payudara? Bejibun di bangsal. Trauma? Nggak berhenti-berhenti datang, seakan di Tangerang tiada hari tanpa kecelakaan motor dan industri. Gw yang tadinya masih bloon soal praktek bedah-membedah jadi lumayan dapat pengalaman bedah-membedah pasien beneran. Dari total 7 hari di Tangerang, gw dapat 12 kali ikut operasi dengan 5 diantaranya jadi asisten operator (co-op), sesuatu yang mustahil didapatkan di rumah sakit pusat di Jakarta. Dari yang tadinya mupeng pingin ikut sampe mabok ikut operasi.

Pernah suatu kali pasien udah diberitahu untuk operasi keesokan harinya dan disuruh puasa, eh ternyata pasiennya minum susu jam 7 pagi dan operasinya batal. Alesannya? Karena pasien kemarinnya dikasih tau untuk puasa 5 jam dari jam 12. Ada lagi pasien dengan kecurigaan peritonitis dan mau dilakukan laparotomi eksplorasi (dibuka perutnya), eh ternyata peritonitisnya nggak ada, kandung empedunya gede, dan operasi diakhiri dengan ditutup perutnya lagi tanpa diobati apa-apa. Ada lagi operasi ORIF (open reduction internal fixation) yang serasa jadi tukang karena tarik-tarikan tulang sama operatornya dan penggunaan alat-alat berat seperti bor, baut, palu, dan lain sebagainya.

Namun cerita yang paling menyentuh adalah saat gw follow-up pasien di bangsal dengan diagnosis osteosarkoma kruris (tumor tulang di tungkai) yang ukurannya sebola futsal, keluar nanah dan darah terus-menerus, bau separah gangren yang menyebar ke seluruh ruangan, dan lalat yang muter-muter di situ terus. Miris ngelihat pasien wanita usia 30-an tersebut dengan 5 anak, ditinggal suami karena penyakitnya, berprofesi di perumahan, dan sudah mempunyai kanker ganas sebesar itu, yang gw yakin sudah bermetastasis ke bagian tubuh yang lain. Gw mendengarkan cerita ibu itu dari masalah klinis hingga ke masalah pribadi keluarganya, masalah ekonomi yang dihabiskan dalam waktu nggak kurang dari 1 jam. Semoga nanti amputasi tungkai ibu tersebut hari Senin besok dapat berjalan lancar.

Singkatnya, stase di RSUT memang makin mendekatkan kita ke pasien. Mungkin bila slogan di RSP -yang gw buat- adalah "Coass First", di RSUT adalah "Coass Only" karena memang sedikitnya tenaga dokter di sana. Bahkan gw harus membuat jawaban konsul bedah mewakili residen gw untuk dokter umum di IGD, semua dengan anamnesis dan PF yang gw lakukan. Benar-benar (hampir) jadi dokter.

2 comments: