Thursday, February 23, 2012

Berpikir Sedikit tentang Cibitung

Hampir 4 bulan sudah gw menjalani pekerjaan di Cibitung, tepatnya di RSUD Kabupaten Bekasi. Sebenarnya RS itu bukan masuk ke kecamatan Cibitung melainkan ke kecamatan Tambun, tapi berhubung lebih dekat ke gerbang tol Cibitung jadinya gw sah-kan RS itu adanya di Cibitung. Apa yang anda ekspektasikan untuk sebuah rumah sakit daerah di kabupaten Bekasi dengan jumlah penduduk sebanyak 2.193.776 jiwa (2008)? Tentu pastinya sama seperti gw saat pertama kali tau akan ditempatkan di sini: kapasitasnya lebih dari 100 bed, fasilitas lengkap, gedung bagus. Karena apa? Kabupaten Bekasi sendiri pasti punya pemasukan yang besar (46.480.292 juta rupiah PDB di tahun 2008) karena adanya jajaran-jajaran pabrik di dalamnya, termasuk kawasan industri Jababeka dan Cikarang yang akhir-akhir ini terkenal akan demo buruhnya.

Nyatanya, RSUD Kabupaten Bekasi itu hanyalah RS tipe C. Gedungnya masih kecil yang gw bilang kurang layak untuk jadi bangunan RS, walaupun sekarang masih dalam tahap pembangunan gedung baru. Kapasitas resminya adalah 95 bed. Fasilitas-fasilitas yang mestinya ada di RS untuk masyarakat kabupaten Bekasi masih belum bisa terakomodir dengan baik, miris bila dibandingkan dengan pendapatan pemdanya. Coba aja 1% dari pendapatan bruto tahunan (kurang lebih Rp 400 milyar) diinvestasikan ke fasilitas kesehatan, wah RS ini mungkin udah jadi RS rujukan regional dengan fasilitas superkomplit. CT-scan? Pemeriksaan AGD? Pemeriksaan elektrolit? Fasilitas hemodialisis? Fasilitas kateterisasi jantung? Semuanya belum ada, memang semua masih dalam tahap pengembangan. Ruangan ICU hanya ada cuma 2 bed, yang artinya 1 bed diperebutkan sama 1 juta penduduk. Memang RS-RS swasta lain buanyak buanget di Bekasi, tapi rata-rata pasien gw di RSUD adalah pasien-pasien nggak mampu. Sebagian beruntung karena punya kartu Jamkesmas yang notabene dibiayai pemerintah pusat. Sebagian lagi agak beruntung karena masih dapat jaminan Jamkesda yang ada limit kunjungan dan RS rujukannya terbatas. Sebagian besar yang lain benar-benar sial karena nggak punya jaminan sama sekali. Baru saja kemarin gw dapat pasien sesak akibat gagal jantung karena jantungnya udah bocor dan butuh ruangan ICU, keluarga menolak rawat karena masalah biaya. Lain kasus, banyak juga pasien yang sudah mengurus jaminan segala macam, tapi terpaksa dirujuk karena fasilitas nggak lengkap atau karena kamarnya penuh. Terpaksa pasien seperti itu dirujuk ke RSUD Kota Bekasi, RSHS Bandung, RS di Jakarta, atau malah RS-RS swasta lain yang ada di sini. Jadilah RS tempat gw sekarang memang jadi spesialisasi ngerujuk. Lain halnya lagi kalo ada pasien trauma di ekstremitas sehingga butuh operasi segera karena di Bekasi ada jalan tol Jakarta-Cikampek dan banyak pabrik sehingga memperbesar risiko kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja, RSUD Bekasi nggak bisa melayani karena nggak ada dokter bedah tulang (adanya cuma dokter bedah umum) dan nggak bisa operasi cito.

Kemarin juga gw nonton sebuah dialog yang menarik di TV. Topiknya tentang permasalahan korupsi di Indonesia, terutama yang menyangkut menteri. Menariknya, pembicara yang juga mantan menteri tersebut bilang bahwa sekitar 20% anggaran negara dikorupsi di tingkat penganggaran, sementara 30% dikorupsi di tingkat pelaksanaan. Itu angka rata-rata. Apa hubungannya sama topik yang gw tulis sebelumnya? Gw tidak bilang bahwa pemda kabupaten Bekasi itu korup. Gw cuma pingin menyampaikan kepada bupati Bekasi dan calon-calon bupati yang lain (berhubung mau ada pilkada Bekasi) bahwa alokasikanlah anggaran daerah dengan baik, khususnya anggaran kesehatan karena gw berkecimpung di dunia kesehatan. Bagaimana cara membentuk sarana kesehatan yang baik? Salah satunya adalah membuat RS yang layak dan mampu melayani seluruh masyarakatnya.






Btw, akhirnya gw resmi juga terdaftar sebagai anggota IDI dari cabang kabupaten Bekasi. Walaupun keanggotaan ini cuma sementara tetep, thanks untuk semuanya... :)

*nulis postingan apa sih gw barusan??

1 comment: