Tuesday, September 25, 2012

1 Tahun Menjadi Dokter

Kemarin tepat setahun gw telah menjadi seorang dokter. Dan masa sekarang ini adalah masa yang tepat untuk berkontemplasi perjalanan setahun ini dan ke depannya.

"Devotio non mox promissio."
"Pengabdian bukan sekedar janji."

Itu kalimat yang diucapkan gw dan teman-teman saat disumpah menjadi dokter. Sebuah kalimat yang simpel, tapi setelah menjalani setahun profesi ini terasa berat untuk dijalani. Pengabdian sendiri merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, perbuatan, cara mengabdi atau mengabdikan. Sementara mengabdi sendiri berarti menghamba; menghambakan diri; berbakti. Jadi pengabdian itu sendiri secara harfiah berarti suatu proses menghambakan diri kepada sesuatu. Tentu yang dimaksud dalam pengabdian di sumpah di atas tentu pengabdian kepada masyarakat. Kenapa gw bilang susah? Karena ternyata hidup itu tidak bisa hanya dengan mengabdi. Apalagi di zaman sekarang, menjadi dokter itu ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi dokter berurusan dengan nyawa seorang makhluk Tuhan, di sisi lain profesi dokter semakin tergradasi di mata masyarakat. Oleh karena itu pengabdian seorang dokter seakan mudah dilupakan orang, semakin kurang dihargai, namun wajib untuk dijalankan.

Jadi gw nggak heran kalo masa-masa sekarang ini banyak dokter yang dianggap 'matre' atau 'komersil'. Bukannya gw setuju dengan sikap 'matre' yang berlebihan dan tidak beralasan, namun penghargaan terhadap profesi dokter di Indonesia memang semakin menurun, in my opinion. Katakanlah, biaya kuliah kedokteran saat ini saat mahal dengan sudah menyentuh angka uang masuk Rp 100 juta di Fakultas Kedokteran (FK) swasta, jumlah FK di Indonesia saat ini mencapai 72 buah dengan tingkat kesetaraan yang berbeda-beda, jumlah lulusan semakin banyak, dan faktor lainnya; hal ini membuat kompetisi di dalam profesi ini juga makin ketat. Memang dengan jumlah penduduk Indonesia hampir 250 juta dan jumlah dokter terdaftar sebanyak 100.000 orang, rasio ini masih sangat kecil, jauh lebih kecil dari negara tetangga yang bahkan baru merdeka setelah kita merdeka. Akan tetapi jangan lupa bahwa dokter-dokter banyak yang berpusat di kota besar, terutama Jawa. Jadi menurut gw wajar saja kalo para dokter baru yang kuliah dengan biaya semahal itu berlomba-lomba untuk istilahnya 'mengembalikan modal' mereka yang telah dikeluarkan.

Itulah sebabnya pengabdian sudah semakin susah di zaman sekarang ini. Para dokter yang baru lulus saat ini diwajibkan untuk menjalani program internship oleh pemerintah. Tahukah anda berapa bayaran seorang dokter internship per bulan? Rp 1,2 juta per bulan. Itupun sempat dipertanyakan di dalam salah satu sesi sidang di komisi VII DPR mengapa dokter internship harus dibayar. Berapakah bayaran per bulan rata-rata untuk seorang dokter jaga UGD RS di masa-masa pertama dia kerja? Lebih banyak dari bayaran dokter internship namun tidak jauh berbeda. Gaji seorang dokter puskesmas? Hanya Rp 3,5 juta per bulan. Sebagai perbandingan, teman gw yang internship di negara tetangga mendapat bayaran sekitar Rp 14 juta per bulan. Gaji pertama untuk seorang insinyur yang bekerja di perusahaan? Jelas rata-rata lebih besar.

Nah, kembali ke kontemplasi. Entah kenapa gw baru melihat realitas ini di saat baru saja lulus menjadi dokter. Memang saat kuliah, dunia terasa indah, masa depan terasa cerah jika menjadi dokter. Bukannya gw berpesimis, namun gw miris melihat teman-teman sejawat banyak yang berkeluh kesah. Gw sendiri merasa bahwa pengabdian masih banyak yang bisa gw lakukan di mana dan kapanpun gw sempat. Masih banyak resolusi yang harus gw capai. Dahulu sudah berjanji, sekarang harus ditepati.

Masih sangat banyak hal positif yang bisa diambil dari dokter Indonesia. Masih sangat banyak dokter yang berniat mengabdi kepada masyarakat. Pengabdian seorang dokter yang terkecil bisa digambarkan dari kalimat seorang bijak bahwa tugas dokter adalah to cure sometimes, to relieve often, to comfort always.

Pesan terakhir gw untuk orang tua yang ingin anaknya menjadi dokter, atau untuk anak SMA yang bercita-cita menjadi dokter: berpikirlah seribu kali sebelum menceburkan diri ke profesi yang 'katanya' mulia ini.

"A journey of a thousand miles begins with a single step." - Lao Tzu

5 comments:

  1. *gigit jari*

    Di salah satu kota besar di Jawa aja, dokter gigi jaga sehari di klinik (rata-rata 4-5 jam), uang duduknya ada yang 10ribu rupiah. Tiap ada pasien bagi hasilnya rata-rata 50-50 dengan klinik, itu pun 50-50 dari tindakan, bukan dari harga bahan dan alat, karena harga yg tercantum biasanya harga seluruhnya, belum dikurangi harga bahan dan alat. Kalo dokter gigi baru kan untung2an, kalo dapet klinik yang belom rame pasien, bisa2 sehari jaga cuma dapet uang duduk aja,yang mana untuk nutupin ongkos aja nggak cukup.

    Kalo lebih beruntung atau punya 'koneksi' yang punya klinik lebih bagus, uang duduk bisa sampe 40ribu per jaga. Lumayan. Walau pun, kalo punya niat buat ngebalikin modal sekolah, entah kapan bisa balik modalnya.

    Gaji dokter atau dokter gigi yang PNS pun.....

    Ah sudahlah....

    Hahahaha

    Yang penting balik ke niat awal, selalu berkah kalo niatnya baik.

    ReplyDelete
  2. Ya hampir sama kok sm dokter umum, uang duduk untuk jaga 12 jam ada yg 20 rb. Kalo dihitung2 THP jaga rata2 10 rb/jam. Miris memang...

    Memang bener harus balik ke niat awal, kl ikhlas rezeki akan datang dgn sendirinya

    ReplyDelete
  3. Halo Dok, baru 2019 saya baca-baca blognya. Saya dari profesi yang berbeda sekali dengan dokter, saya engineer. Tapi dari penjelasan singkat dan cerita-ceritanya, dapat menarik perhatian untuk membaca kisah lainnya. Well done, semoga niatnya selalu dimudahkan dan lancar dalam pekerjaannya, Dok. Aamiin

    ReplyDelete