Perjalanan selanjutnya dimulai dengan perubahan pola transportasi geng Flores (kami berempat) dari yang sebelumnya pake transportasi umum ke perjalanan pake travel. Sebenernya bukan kami yang menginginkan perubahan itu, tapi gara-garanya ada travel dengan base di Labuanbajo yang lagi ada di Maumere dan butuh penumpang buat balik ke Labuanbajo biar nggak rugi. Dan hebatnya, si supir travel itu bisa tahu lokasi persis kami di Riung hanya dengan nanya-nanya orang di Moni. Singkat kata, jadilah kami nge-deal supir travel itu buat ke Labuanbajo dengan waktu selama 4 hari dengan harga 500 ribu rupiah perhari nett, udah nggak perlu mikirin bensin, makan supir, nginep supir, dsb. dan hanya tinggal nempelin badan di kursi. Tentu udah dengan perhitungan kalo kami berempat naik angkutan umum sampai ke Labuanbajo total cuma hemat 200 ribu dibandingin sama naik travel. Bingung? Nggak usah dipikirin.
Oke, perjalanan selanjutnya ke kota Bajawa disupiri Pak Lexi yang ternyata dari Riung lumayan jauh, melewati jalanan yang lagi-lagi berkelok-kelok dan jalanan yang aspalnya setengah jadi. Kira-kira butuh waktu 3 jam perjalanan Riung-Bajawa. Bajawa sendiri adalah kota yang letaknya di tengah Flores dan terkenal berhawa paling dingin. Sebenernya tempat wisata di Bajawa juga nggak terlalu banyak, cuma pemandian air panas yang kami skip karena keterbatasan waktu, dan juga yang paling terkenal adalah desa wisata Bena.
Desa Bena sendiri butuh waktu setengah jam perjalanan dari Bajawa. Untuk mencapai ke sana kalo nggak pake travel bisa menggunakan angkutan umum atau ojek. Sebelum masuk ke desa, wajib nulis buku tamu dulu sambil ngasih uang sukarela. Kemudian bisa keliling-keliling desa sepuasnya, motret-motret, atau berburu kain tenun khas Bena. Objeknya lumayan menarik, ada batu-batu menhir besar di tengah desa yang dipake untuk pemujaan, ada kuburan-kuburan batu, ada ibu-ibu yang lagi menenun, dan banyak lagi lainnya. Dari puncak tertinggi di Bena, kita bisa lihat pemandangan gunung-gunung di sekitar Bajawa hingga pantai selatan Flores. Cukup menyenangkan!
Selepas dari Bena, mampir sebentar di Bajawa untuk isi bensin dan makan. Lagi-lagi pilihan makanan di Flores itu kalo nggak seafood, makanan Padang, atau makanan Jawa. Abis makan, cabut lagi ke kota selanjutnya Ruteng dengan waktu perjalanan 4 jam, itu pun dengan ngebut banget ala Pak Lexi.
Ruteng adalah kota favorit gw di Flores. Gimana nggak? Kotanya relatif lebih lengkap daripada kota lainnya di Flores, udaranya adem sepanjang masa kadang-kadang berkabut, letaknya di kaki gunung, lalu lintasnya juga tenang-tenang aja, pokoknya tipe kota yang tenang buat ditinggali tanpa stress. Ruteng sendiri adalah ibukota Kab. Manggarai dan terkenal sebagai pintu gerbang ke tempat-tempat wisata di sekitarnya yang lumayan banyak. Sayangnya, selepas jam 7 malam, kota ini seperti kota mati. Kami baru berkesempatan keliling wisata di sekitar Ruteng hanya ke 2 tempat wisata: sawah spider-web dan gua Liang Bua.
Sawah spider-web letaknya sekitar seperempat jam dari kota Ruteng. Letaknya gw sendiri nggak tau ada di mananya karena pake supir travel ke sana. Untuk mencapai pemandangan sawah, dibutuhkan naik bukit yang nggak terlalu tinggi dan kemudian hamparan sawah dengan pola sirkular terbentang di depan. Di belakang, panorama Ruteng dengan gunung di belakangnya. Berhubung tempatnya cukup terjangkau, direkomendasikan ke daerah ini.
Sementara Liang Bua terletak sekitar setengah jam dari Ruteng. Setelah jalan yang lagi-lagi berkelok-kelok Liang Bua ditandai dengan adanya gerbang selamat datang. Dari situ di sebelah kanan terdapat musium untuk edukasi tentang gua ini, berhubung tempat ini adalah tempat ditemukannya manusia hobbit dari Flores Homo floresiensis, yang katanya sempat mengguncang dunia perarkeologian. Nggak jauh dari musium terdapat pintu masuk gua yang lebar. Di dalem gua sih sebenernya nggak ada apa-apa, cuma bisa lihat tempat tinggalnya manusia primitif jaman dulu. Kalo ke Flores dalam jangka waktu terbatas, sebaiknya nggak usah ke tempat ini. Tapi kalo waktunya lama seperti kami-kami ini, boleh juga ke sana soalnya tanggung udah jauh-jauh pergi.
Pilihan penginapan dan restoran di Ruteng juga terbatas, nggak seperti di Labuanbajo.Untuk penginapan kami menginap di Susteran Maria Berduka Cita (MBC) yang tempatnya nyaman abis dan yang penting ada air panasnya. Jangan harap bisa nginep dengan enak di Ruteng tanpa air panas. Bahkan katanya kalo ada menteri yang nginep di Ruteng, dia akan nginep di susteran ini. Untuk makanan, selain restoran Padang tentunya, bisa dicoba restoran Pade Doang atau restoran Agape yang jual variasi makanan yang lumayan banyak. Bahkan di Ruteng, kami sempet coba kedai pizza yang tentunya nggak bisa ditemukan dari perjalanan Maumere ke Ruteng sebelumnya.
Bajawa kota kulkas. Sayangnya di ruteng aku nggak sempat nginap disana
ReplyDelete